Satu dasawarsa sudah, keadilan bagi Munir ditunda! Akankah terus ditunda? Negara entah di mana. Padahal rakyat tak berhenti mendenyutkan jantung perlawanan. Negara punya pemimpin baru. Tapi bangsa belum merdeka. Munir, Marsinah, Wiji Tukul, Priok, Talangsari, Trisakti, Semanggi, Aceh, Papua, serta seluruh lambung pertiwi yang masih luka. Sastra adalah pisau bahasa untuk mengasah ingatan. Melawan kekuasaan yang menunda keadilan. Mari rawat ingatan itu, melalui sastra.
Tema sastra: “Munir, Jokowi dan Masa Depan Indonesia”
Ketentuan:
Menggunakan bahasa Indonesia. Berbentuk puisi, gurindam atau pantun. Bukan karya orang lain. Berdimensi kritik sosial. Peserta bebas usia, anak, remaja atau pelajar di Indonesia, Australia dan di mana saja. Belum pernah dimuat media. Lomba ini dimulai 25 Agustus s.d 1 September 2014 Karya sastra dikirim ke ppia.act@gmail.com
Pemenang dan karya diumumkan dan dibacakan pada 2 September 2014
Dewan Juri
1. Yacinta Kurniasih 2. Zubaidah Djohar 3. Najib Kaliani 4. Sri Lestari Wahyuningrum 5. Amrih Widodo
Comments