Tugas seorang pelajar di luar negeri bukan hanya duduk diam di kelas atau menyendiri di perpustakaan. Ilmu untuk ilmu sudah tak lagi pantas. Ilmu untuk perubahan lah yang mendesak. Seorang yang terpelajar harus keluar dari menara gading. “Seorang terpelajar itu harus adil sejak dalam pikiran”, tulis Pramoedya Ananta Toer. Seorang terpelajar harus berani memihak.
Sejarah mencatat, perkumpulan pelajar Indonesia di luar negeri adalah motor perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan. Pada tahun 1928, Muhammad Hatta dari Perhimpunan Indonesia memberikan contoh dengan pidato pembelaannya yang berjudul “Indonesia Merdeka” (Indonesia Vrij).dalam pengadilannya di Den Haag. Indonesia Merdeka adalah manifestasi sebuah imajinasi paling radikal yang disuarakan dengan lantang tepat di jantung kolonial. Tentang suatu entitas politik yang berdaulat dan setara. Para pelajar-aktivis radikal lain yang sejaman dengan Hatta seperti Sutan Sjahrir dan Tan Malaka pun tak surut langkah untuk memulai revolusi dari luar negeri.
Para pelajar di luar negeri pernah menjadi korban kebiadaban bangsanya sendiri. Ratusan pelajar yang bersekolah di negara-negara blok timur pada tahun 1965 kemudian tak bisa pulang ke tanah air. Pemerintah Orde Baru mencabut status kewarganegaraannya. Merampas martabatnya. Menginjak harga dirinya. Mereka melanglang buana dari satu negara ke negara lain tanpa ada tanah yang dijanjikan. Mereka adalah diaspora yang dilupakan. Namun cintanya terhadap tanah air tak pernah pudar. Seperti Ibrahim Isa (84 tahun) yang sampai sekarang tetap mencintai negaranya meski tanpa paspor resmi Indonesia.
Perlawanan Muhammad hatta dan cinta tanah air Ibrahim Isa adalah narasi yang harus menubuh menjadi memori kolektif para pelajar di luar negeri. Ingatan ini yang ingin terus dirawat oleh PPIA ACT.
aku berpikir tentang sebuah gerakan tapi mana mungkin kalau diam
(Wiji Thukul, Setiap Orang Butuh Tanah)
jika kau tak berani lagi bertanya kita akan jadi korban keputusan-keputusan jangan kau penjarakan ucapanmu jika kau menghamba kepada ketakutan kita memperpanjang barisan perbudakan
(Wiji Thukul, Ucapkan Kata-Katamu)
Konsep dan teks: Yogi Setya Permana dan Dini Suryani
Ahli gambar dan rekaman: Muhammad Taufik dan Immanuel Ravi Arief
Pengisi suara: Natassha Dini Chrysanti
Comments