Pada bulan Oktober 2012 lalu, Perdana Menteri Australia merilis Australia in the Asian Century White Paper. Dalam White Paper tersebut, pemerintah Australia menunjukkan rencana dan komitmennya untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara di Asia dalam berbagai bidang untuk menghadapi Asian Century yang diperkirakan akan segera berlangsung. Kemajuan ekonomi negara-negara di Asia dan berkembang pesatnya RRC, India dan Indonesia di tengah gejolak ekonomi global yang sedang berlangsung telah menumbuhkan optimisme akan masa depan di mana peran Asia di dunia dalam segala bidang, tidak hanya ekonomi, akan semakin dominan. Berbagai institusi telah memprediksi, bahwa pada tahun 2025 Asia akan menghasilkan sekitar setengah dari produksi dunia. Ekspektasi akan datangnya dominasi Asia ini menjadi pendorong bagi pemerintah Australia untuk mendekatkan diri dengan Asia dan membina hubungan yang lebih baik.
Indonesia, sebagai salah satu negara terbesar di Asia baik dari segi ekonomi maupun populasi dan wilayah, memiliki posisi yang penting dalam White Paper tersebut. Menurut data yang dipaparkan dalam White Paper, Indonesia akan menempati peringkat kesepuluh dalam ukuran perekonomian terbesar dunia pada tahun 2025. Terlepas dari ketepatan prediksi tersebut, inisiatif Australia untuk membina relasi yang lebih baik perlu direspons dengan serius karena dapat memberi dampak positif kepada masyarakat di kedua negara. Dalam tulisan ini, akan dibahas empat bidang yang ditekankan di dalam White Paper dalam keterkaitannya dengan Indonesia, yaitu bidang pendidikan, ekonomi, keamanan, dan kontak people-to-people.
Bidang Pendidikan
Australia sangat matang dalam menyiapkan bidang pendidikannya untuk menyambut Asian Century. Sebagai program jangka panjang, pendidikan menjadi salah satu fokus utama dalam pengembangan. Dalam rencananya untuk Asian Century, secara garis besar, mereka menyiapkan fondasi sosial, pengetahuan umum mengenai Asia, dan spesialisasi mengenai Asia. Dalam pelaksanaan, mereka menekankan peran pada institusi sekolah, perguruan tinggi, swasta, dan publik.
Beberapa kelemahan dalam pendidikan dasar, seperti menurunnya pemahaman matematika, mereka kejar dengan target yang cukup tinggi dalam jangka panjang, salah satu programnya adalah National Plan for School Improvement. Begitu pula tentang pemahaman mengenai Asia, sejak sekolah dasar pendidikan bahasa-bahasa Asia, termasuk bahasa Indonesia—yang mengalami penurunan peminat dalam beberapa dekade terakhir—akan ditingkatkan dengan rencana yang cukup ambisius, di antaranya mewajibkan setiap sekolah untuk menjalin hubungan dengan satu sekolah di negara Asia.
Dalam pendidikan lanjut, Australia berusaha meningkatkan antusiasme dan kualitas perguruan tinggi secara umum, termasuk dengan meningkatkan keahlian dalam bidang Asia. Dalam pendidikan keahlian dan pelatihan, kualitas pendidikan akan ditingkatkan, juga dengan mempersiapkan kemampuan yang dapat diaplikasikan oleh perusahaan Australia di negara-negara Asia. Partisipasi, kemampuan bisnis, dan lingkungan kerja dan institusi publik yang memahami Asia juga merupakan kunci pengembangan Australia di Asian Century.
Secara keseluruhan, Australia dihadapkan oleh tantangan untuk mampu beradaptasi. Salah satunya adalah bagaimana Australia melihat kota Darwin sebagai peluang sebagai pintu gerbang Asia. Dengan jarak antara Darwin dan Jakarta yang lebih dekat daripada Darwin dan Sydney, kota ini direncanakan menjadi pusat teknologi, finansial, kesehatan, dan pendidikan, seperti halnya Singapura. Keuntungan yang didapatkan Australia dengan keanekaragaman budaya (termasuk Asia), juga merupakan modal sosial yang diharapkan dapat dipertahankan dan ditingkatkan sebagai fondasi sosial untuk mendukung visi Asian Century.
Bidang Ekonomi
Dalam White Paper, hubungan business to business Asia dan Australia adalah salah satu poin penting yang sangat ditekankan. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan ukuran perekonomian terbesar dan jumlah penduduk terbanyak, memiliki peran yang sentral di Asia. Meskipun begitu, hubungan ekonomi Indonesia dan Australia masih belum cukup dalam dan memiliki potensi besar yang masih dapat dikembangkan. Dari sisi perdagangan, jelas terlihat bahwa hingga saat ini hubungan dagang Indonesia dan Australia masih relatif rendah. Pada tahun 2012, ekspor barang dari Australia ke Indonesia hanya mencapai 2.0% dari total ekspor Australia ke seluruh dunia, sedangkan impor barang dari Indonesia ke Australia hanya mencakup 2.6% dari total impor Australia (Australian Government Department of Foreign Affairs and Trade, 2013). Bagi Indonesia, Australia hanya mencakup 2.7% dari tujuan ekspor Indonesia dan 2.6% dari asal impor Indonesia. Bila dilihat dari sisi investasi, kondisinya juga tidak jauh berbeda, pada tahun 2012 Australia hanya menyumbang 3.0% dari total FDI di Indonesia (BKPM, 2013). Hal ini sangat mengherankan mengingat ukuran perekonomian Indonesia dan Australia yang keduanya sangat besar dengan letak kedua negara yang berbatasan langsung.
Peningkatan hubungan ekonomi Indonesia dan Australia tentunya akan meningkatkan kinerja ekonomi kedua negara yang pada akhirnya akan memberi manfaat bagi masyarakat di masing-masing negara. Inisiatif yang diambil Australia dalam White Paper untuk mengurangi hambatan perdagangan dengan negara-negara di Asia patut diapresiasi dan direspons positif oleh negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Namun, diperlukan usaha yang lebih keras dari Indonesia dan Australia dalam meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi kedua negara. Salah satu hal yang sangat penting adalah hambatan nontarif seperti standar kualitas dan konten. Untuk melewati hambatan tersebut, produsen di Indonesia sangat membutuhkan bantuan dalam bentuk pengetahuan teknis produksi sehingga dapat memenuhi standar tinggi yang ditetapkan oleh Australia. Bantuan pengetahuan teknis tersebut, baik dari pemerintah Australia maupun Indonesia, adalah salah satu langkah yang sangat mungkin diperdalam di kemudian hari. Dengan kemampuan teknis tersebut, produsen Indonesia akan memperoleh akses ke pasar Australia dan mengambil manfaat dari peningkatan hubungan baik kedua negara. Sebaliknya, Australia juga dapat mengambil manfaat dengan mengenal lebih baik kebutuhan pasar Indonesia yang tengah berkembang pesat dengan komposisi kelas menengah yang terus meningkat. Pengenalan ini akan membuka peluang bagi Australia untuk masuk dalam perdagangan dan investasi pada bidang-bidang yang belum dimasuki selama ini. Dalam konteks tersebut, finalisasi kerja sama ekonomi Indonesia dan Australia seperti IA-CEPA akan sangat membantu hubungan ekonomi kedua negara.
Bidang Keamanan
Perhatian Australia terhadap isu keamanan tidak serta merta hanya dalam konteks ‘tradisional’, seperti peningkatan kerja sama pertahanan dan militer dengan negara-negara di Asia, terutama RRC, India, Indonesia, Jepang, dan RoK (Korea Selatan). Isu keamanan juga sangat ditekankan dalam konteks human security, di mana dalam laporan Bank Dunia disebutkan bahwa 855 juta di kawasan masih hidup di bawah USD 1,25 per hari.
Dalam kerja sama militer, Australia menekankan pentingnya membangun kepercayaan dan kemitraan di antara semua pemain penting di kawasan dan komitmen penuh untuk mendorong keamanan kolektif; yang dikembangkan dalam dialog regional seperti ASEAN Regional Forum, Asian Defence Ministers Meeting, maupun dalam pengembangan kapasitas untuk menghadapi keamanan maritim, kejahatan lintas batas dan penanggulangan bencana. Perlu dicatat bahwa sebagai sekutu dekat Amerika Serikat, Australia tetap akan mendorong peningkatan pengaruh Amerika Serikat di kawasan. Indonesia dalam hal ini perlu pro-aktif (tidak hanya bebas aktif) dalam mendorong kerja sama di kawasan, terutama dalam mengedepankan peran ASEAN sebagai pusat lalu-lintas perdagangan di kawasan.
Di lain sisi, Australia menempatkan pentingnya pengembangan pasar untuk kebutuhan dasar seperti energi, bahan pangan, dan Air. Dalam hal ini, Australia mendorong pengurangan distorsi pasar di tiga sektor tersebut, seperti penghapusan subsidi. Australia memosisikan diri sebagai negara yang terbuka untuk membagi pengalaman dan keahliannya dengan negara-negara di kawasan untuk mendorong sistem yang dapat menjamin kecukupan kebutuhan tersebut, sebagai dasar pertumbuhan ekonomi kawasan yang berkelanjutan. Australia dalam White Paper juga menekankan pentingnya dampak pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan; ‘Keamanan’ kawasan juga terkait erat dengan manajemen sumber daya dan perubahan iklim. Walaupun Indonesia sudah memiliki Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), namun target-target di luar pembangunan infrastruktur (seperti pengurangan emisi 26%, ketahanan energi, dan kemandirian pangan) sering kali tidak berjalan beriringan. Indonesia harus lebih siap dalam menghadapi sistem pasar dan arus sumber daya yang akan berkembang dalam ekonomi kawasan yang semakin terintegrasi.
Kontak People to People
Peningkatan kontak people-to-people (p2p) diharapkan akan berfungsi sebagai pembuka jalan bagi peluang bisnis, pengembangan kapasitas, dan pasar di kawasan. Hal ini akan dicapai dengan dua jalur, yaitu melalui peningkatan hubungan formal antara pemerintah dan hubungan antar masyarakat Australia dengan kawasan Asia. Secara spesifik, DFAT akan meningkatkan penempatan staf di kawasan Asia. Terkait dengan Indonesia, Duta Besar Australia di Jakarta juga akan bertugas sebagai Duta Besar Australia kepada ASEAN. Australia juga merencanakan pembukaan konsulat di Indonesia bagian timur. Peningkatan hubungan antar masyarakat didorong dengan berbagai cara, di antaranya peningkatan pemberian Australia Awards menjadi 12.000 dalam 5 tahun ke depan, alokasi yang lebih banyak untuk working holiday maker program visa (tambahan 1000 bagi Indonesia), peningkatan kerja sama riset dan teknologi, pertukaran budaya dan olahraga. Indonesia memiliki banyak peluang untuk memperluas hubungan antar masyarakat di kawasan. Dalam lingkup ASEAN misalnya, Indonesia mendorong integrasi masyarakat Asia Tenggara pada tahun 2015. Meskipun begitu, Indonesia sendiri masih memiliki banyak kekurangan, seperti sistem visa yang tidak bersahabat bagi pelajar dan pekerja asing, minimnya pemanfaatan media sebagai pendorong kontak p2p, hingga sistem riset nasional dan pendidikan tinggi yang tidak jelas standarnya.
Penutup
Komitmen Australia untuk lebih dekat dengan Asia, sebagaimana yang dituangkan dalam White Paper, akan membawa perubahan besar dalam relasi kedua kawasan dan dapat memberi dampak menyeluruh bagi kawasan ini. Bagi Indonesia, inisiatif ini dapat memberi manfaat yang besar dalam berbagai bidang. Dalam bidang pendidikan, Australia tengah menyiapkan sektor pendidikannya untuk lebih akrab dengan Asia, termasuk di dalamnya dengan meningkatkan intensitas pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah Australia. Dalam bidang ekonomi, perundingan kerja sama IA-CEPA masih berlangsung untuk meningkatkan relasi ekonomi Indonesia-Australia yang saat ini masih terbilang dangkal. Dalam bidang keamanan, Indonesia dan Australia telah memiliki forum komunikasi, dan masih banyak peluang kerja sama yang dapat diwujudkan. Dalam hubungan p2p, Australia telah memiliki rencana yang cukup matang untuk memperluas hubungan antara masyarakat di kedua negara.
Inisiatif White Paper dari pemerintah Australia adalah sebuah kesempatan. Tidak ada pihak yang akan lebih dirugikan dalam peningkatan kerja sama Indonesia dan Australia. Pertanyaan yang muncul adalah apakah Indonesia memiliki kapasitas penuh untuk menangkap kesempatan ini? Dalam White Paper, terlihat Australia jelas memiliki kapasitas untuk menangkap manfaat yang dibawa dari kedekatannya dengan Asia, dan akan terus meningkatkan kapasitas tersebut. Di sisi lain, sejauh ini belum terlihat jelas apa yang sudah dan akan Indonesia lakukan untuk meraih potensi manfaat inisiatif Australia ini. Dengan demikian, satu poin penting yang perlu didiskusikan selanjutnya adalah bagaimana kerja sama yang lebih baik dengan Australia ini akan memberi manfaat secara langsung dan mendalam kepada masyarakat Indonesia.
Comments