Ngetok (Ngenal Tokoh), Desember 2013
Apakah rekan-rekan PPIA ingat bahwa setiap tanggal 13 Desember kita memperingati Hari Nusantara? Ditetapkan pada tahun 1999 oleh Presiden Abdurrahman Wahid, Hari Nusantara diharapkan dapat memperkuat semangat persatuan bangsa, sekaligus meningkatkan kesadaran maritim bangsa Indonesia.
Adalah Deklarasi Djuanda, dicetuskan pada tanggal 13 Desember 1957, yang menjadi cikal bakal Hari Nusantara. Melalui deklarasi tersebut, bangsa Indonesia menyatakan dengan teguh bahwa laut Indonesia, termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Menegasikan ordonnantie 1939 Hindia Belanda, yang membatasi wilayah laut Indonesia dengan jarak teritorial 3 mil bagi tiap pulau; deklarasi ini mengukuhkan Indonesia sebagai negara kepulauan, yang lautnya bukan memisahkan antar pulau, namun menyatukan. Berdasarkan deklarasi ini, wilayah Indonesia kemudian meluas dari 2.027.087 km2 menjadi 5.193.250 km2, dengan garis batas laut sepanjang 196 mil laut yang ditarik lurus dari masing-masing pulau terluar. Prinsip ini diakui secara internasional dalam the United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982.
Untuk tahun 2013 ini, tema utama Hari Nusantara adalah “Setinggi Langit Sedalam Samudera, Potensi Pariwisata dan Kreativitas Nusantara yang Tak Terhingga”; yang puncak perayaannya akan dilaksanakan di kota Palu, Sulawesi Tengah. Memperingati Hari Nusantara ini, PPIA ACT merangkum 5 Fakta terkait Ir. H. Raden Djoeanda Kartawidjaja; sang pahlawan nasional yang memperjuangkan keutuhan wilayah Indonesia, terutama kedaulatan wilayah laut Indonesia sebagai negara kepulauan.
Seorang putra Pasundan, Ir. Juanda lahir di Tasikmalaya pada tanggal 14 Januari 1911. Beliau menempuh pendidikan di Bandung hingga mendapatkan gelar Insinyur teknik sipil dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang Institut Teknologi Bandung). Karir pertamanya adalah sebagai guru di SMA Muhammadiyah di Jakarta; setelah menolak menjadi asisten dosen di ITB. Selain berjuang bersama Mochtar Kusumaatmadja dan Ahmad Soebardjo di Jenewa untuk mengukuhkan prinsip negara kepulauan, Ir. Juanda juga bertindak sebagai Ketua Panitia Ekonomi dan Keuangan dalam delegasi Indonesia untuk Konferensi Meja Bundar.
Ir. Juanda juga dikenal sebagai Menteri Marathon, karena sepanjang masa tugasnya dari tahun 1946 hingga 1963, beliau memangku belasan jabatan menteri. Diantaranya, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pengairan, Menteri Kemakmuran, Menteri Pertahanan, dan Perdana Menteri Indonesia ke-10 dan terakhir.
Satu catatan di bidang ekonomi, Ir. Juanda memiliki andil dalam kepunahan gajah dan macan di Indonesia. Gajah yang dimaksud adalah gambar pada mata uang Rp 10.000 dan macan sebagai gambar mata uang Rp 5.000. Presiden Soekarno dan Menteri Keuangan Ir. Juanda pada tanggal 24 Agustus 1959 memutuskan melakukan sanering sebesar 10% terhadap kedua nilai mata uang tersebut (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1959 Tentang Penurunan Nilai Uang Kertas Rp 500,- dan Rp 1000,-). Akibatnya terjadi kepanikan dan kekacauan di masyarakat yang berusaha membelanjakan atau menukarkan gajah dan macan sebelum keputusan tersebut secara efektif berlaku pada tanggal 25 Agustus 1959. Saat ini, uang kuno gajah dan macan ini sudah sangat sulit ditemukan.
Pengukuhan nama Ir. Juanda menjadi nama stasiun kereta api di Jakarta dan bandar udara di Surabaya bukan tanpa sebab. Pada September 1945, Ir. Juanda memimpin pemuda mengambil alih jawatan kereta api dari pemerintah Jepang; selanjutnya beliau diangkat menjadi Kepala Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura. Ir. Juanda juga yang mengawal proyek waru di Jawa Timur, sebagai proyek pembangunan lapangan/pangkalan udara pertama sejak Indonesia merdeka (yang bukan peninggalan Belanda). Beliau memastikan proyek ini selesai pada bulan September 1963, meski Indonesia saat itu tengah dalam masalah keuangan. Pada tanggal 7 November 1963, Ir. Juanda wafat karena serangan jantung. Atas jasa beliau, lapangan udara tersebut diberi nama Djuanda.
Namanya juga diabadikan sebagai Taman Hutan Raya (TAHURA) Ir. H. Djuanda di Bandung; dimana kita bisa mengunjungi museum dan monumen Ir. H. Djuanda. TAHURA Ir. H. Djuanda merupakan taman hutan raya pertama di Indonesia; yang dikukuhkan pada tanggal 14 Januari 1985, bertepatan dengan hari kelahiran beliau. Kita lebih mengenal kawasan tersebut sebagai hutan Dago Pakar dan jalan Ir. H. Djuanda di Bandung sebagai jalan Dago.
Departemen Kajian Gerakan dan Keilmuan (KGK) PPIA ACT Diolah dan dikutip dari berbagai sumber.
Comments