Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya, tanpa kita bisa mengerti tanpa kita bisa menawar, terimalah dan hadapilah.. –Soe Hok Gie–
Mengapa “Buku, Pesta, dan ‘Cinta'”?
Slogan ‘Buku, Pesta, dan Cinta’ adalah slogan yang cukup terkenal di era 1960an untuk menggambarkan kehidupan mahasiswa yang dinamis, kritis, dan bebas. Sebuah era dimana mahasiswa dianggap sebagai simbol perubahan dan perjuangan. Oleh karena itulah, slogan ‘Buku, Pesta, dan Cinta’ ini juga berupaya diangkat kembali untuk menggambarkan visi dan arah dari PPIA ACT periode 2013/2014, untuk menjadi sebuah lembaga yang dapat menghidupkan gerakan intelektual mahasiswa demi Indonesia yang lebih baik.
Gerakan intelektual mahasiswa diartikan sebagai gerakan yang tidak pernah berhenti untuk terus bergerak mengamati, mengkritisi, dan bertindak nyata dalam membangun bangsa. Meminjam sebuah istilah dari Prof Satjipto Rahardjo, “Mahasiswa butuh menjadi makhluk yang progresif. Mahasiswa harus berpikir ke depan, tidak sempit dan parsial memikirkan mengenai pemanfaatan keilmuannya”. Mahasiswa juga sepatutnya berpikir dan bertindak untuk masyarakat, tidak hanya berwacana saja, tidak hanya belajar dan bergerak untuk diri sendiri saja.
Alasan mengapa gerakan intelektual mahasiswa penting untuk terus dihidupkan adalah karena mahasiswa bagian dari rakyat Indonesia. Masih banyak mahasiswa yang telah terlalu lama berdiam diri berada pada zona nyaman kehidupan kampus: kelas, kos, dan kakus. Inilah saat mahasiswa melangkah keluar dari zona nyamannya dan menjadi intelektual yang tidak hanya berdiri di menara gading universitas, untuk dapat lebih menyelami peranan sosialnya. Terlebih lagi buat kita, para mahasiswa yang mempunyai privilege untuk dapat menempuh pendidikan di luar negeri.
Untuk itulah PPIA ACT, perlu juga untuk dapat menjadi katalisator yang dapat menghidupkan gerakan intelektual mahasiswa Indonesia di Australia. Perlu diingat, mahasiswa berhutang pada rakyat karena selain mahasiswa mampu belajar melalui sebagian besar uang rakyat (pajak), mahasiswa adalah sedikit yang beruntung dari ratusan juta masyarakat Indonesia yang tidak mendapatkan pendidikan. Mahasiswa memiliki tanggung jawab moral dan perwujudan hal tersebut adalah pergerakan intelektual mahasiswa yang tidak pernah boleh berhenti.
Manifestasi gerakan intelektual mahasiswa yang akan coba dihidupkan di dalam kepengurusan PPIA ACT 2013/2014 tercermin lewat slogan ‘Buku, Pesta, dan Cinta’.
Buku
Buku disini merepresentasikan wadah keilmuan yang harus terus diangkat dalam kepengurusan PPIA ACT 2013/2014. PPIA ACT harus mempunyai inisiatif lebih untuk dapat mewarnai ruang-ruang diskursus di Canberra. Betul bahwa memang kehidupan berdiskusi di Canberra sangatlah hidup. Berbagai macam forum diskusi sangat identik dengan kehidupan mahasiswa Indonesia di Canberra, begitu pun dengan kelompok-kelompok diskusi yang menjamur di Canberra seperti Indonesia Synergy, Forum Indonesia, Forum Setara, dll. PPIA ACT pun dalam beberapa kesempatan telah bekerja sama secara baik dengan beberapa kelompok diskusi untuk menghadirkan seminar-seminar yang positif di Canberra.
Ke depannya PPIA ACT tentunya juga harus dapat lebih aktif lagi dalam menginisiasi beberapa forum diskusi di Canberra. Sinergitas dengan beberapa kelompok diskusi yang telah established di Canberra perlu terus dipupuk sejak awal kepengurusan agar tema-tema diskusi yang dihasilkan dalam satu periode kepengurusan ke depan dapat berjalan beriringan dan menghasilkan wadah-wadah keilmuan yang berkualitas dan tidak terkesan reaktif.
Pesta
Kata ‘Pesta’ mencerminkan bahwa PPIA ACT juga harus dapat mewadahi dan memfasilitasi kebutuhan mahasiswa sebagai mahluk sosial. Ke depannya, PPIA ACT dapat terus melanjutkan beberapa program/kegiatan sosial yang telah berhasil dijalankan kepengurusan sebelumnya seperti misalnya kegiatan gathering masyarakat Indonesia, dan kegiatan-kegiatan olahraga dan seni budaya.
Dalam kepengurusan ke depan, tentu harus ada target untuk melakukan peningkatan-peningkatan. Ada beberapa kegiatan yang bisa lebih ditingkatkan ke depannnya. Dalam bidang seni budaya dan olahraga misalnya, bekerja sama dengan berbagai komunitas terkait untuk menghidupkan dan memfasilitasi latihan-latihan rutin dalam masing-masing cabang seni dan olahraga.
Selain itu juga, hal-hal lain yang dapat ditingkatkan adalah bersama-sama dengan KBRI dalam mensosialisasikan budaya Indonesia dari Sabang sampai Merauke dalam kegiatan-kegiatan yang dijalankannya. Satu hal lagi yang selama ini kurang terangkat adalah dalam membantu dan menyambut mahasiswa Indonesia yang baru tiba di Canberra agar dapat beradaptasi dengan kehidupan di Canberra secara lebih cepat.
‘Cinta’
Sedangkan kata ‘Cinta’, dimaknai bahwa mahasiswa sebagai mahluk sosial juga harus dapat memahami peranan sosialnya di masyarakat: berbagi. Seorang filsuf pendidikan, Paulo Freire, menyatakan bahwa pendidikan harus melibatkan tiga unsur: guru, murid (dalam relasi yang setara) dan “realitas dunia”. Tanpa itu, pendidikan hanya menghasilkan orang-orang yang diproduksi oleh pendidikan sebagai pengidola dirinya sendiri: belajarlah yang benar untuk karirmu di masa yang akan datang.
Cinta terhadap sesama. Inilah nilai terbaik dari arti sebuah kepemimpinan generasi muda, penyadaran mengenai realitas yang sebenar-benarnya realitas dan pemahaman akan peran dasar sebagai mahasiswa. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh PPIA ACT ke depannya haruslah dapat merefleksikan kecintaannya terhadap sesama masyarakat Indonesia di ACT, di Australia, dan terutama terhadap saudara-saudara kita di Indonesia. PPIA ACT bersama-sama dengan PPIA Pusat, PPIA ANU, PPIA UC dan seluruh elemen masyarakat Indonesia di ACT harus secara aktif dan responsif dalam menyikapi berbagai macam isu dan bencana sosial kemanusiaan baik itu yang melanda Indonesia maupun dunia.
Lewat visi menghidupkan gerakan intelektual mahasiswa dengan slogannya “ Buku, Pesta, dan Cinta’, diharapkan PPIA ACT dapat selalu bergerak untuk melakukan kontribusi nyata bagi lingkungan sekitar demi terciptanya perubahan yang lebih baik bagi Bangsa Indonesia.
Peran mahasiswa tentunya tidak ringan serta penuh pertanggungjawaban. Seperti pesan Pramoedya A. Toer, bahwa mahasiswa sebagai bagian dari rakyat yang memiliki intelektualitas, tidak memiliki hutang pada siapapun kecuali rakyat. Mahasiswa wajib membuat rakyat tahu dan sadar mengenai permasalahan, hak dan kewajiban mereka karena mahasiswa punya kemampuan dan ilmu untuk tahu. Mahasiswa haruslah bijak, dan tidak hanya duduk di bangku kuliah memikirkan kehidupannya saja. Rakyat membutuhkan kita karena kita berhutang pada mereka. Mahasiswa adalah rakyat dan kepada bangsa Indonesia lah mahasiswa harus memberikan kontribusinya.
‘We’ll Fight, We’ll WIN!’
Pandu Utama Manggala (Ketua Umum PPIA ACT 2013/2014)
Comments